REVOLUSI JASA

Rabu, 09 Maret 2011

Revolusi Jasa

Penasihat Ekonomi Bank Dunia untuk Asia Selatan, editor buku "The Service Revolution in South Asia"
CINA dan India sedang berlomba dalam bidang ekonomi. Namun, cara yang mereka tempuh amatlah berbeda. Cina unggul sebagai pengekspor produk manufaktur, sedangkan India meraih reputasi global dengan mengekspor layanan jasa modern. Bisa dikatakan, India sudah melampaui sektor manufaktur, lepas landas dari agrikultur ke bidang jasa.
Perbedaan pola pertumbuhan kedua negara itu sangat mencolok dan menimbulkan pertanyaan di mata negara-negara berkembang. Bisakah jasa menjadi sedinamis manufaktur? Bisakah negara yang mengembangkannya belakangan mendapatkan keuntungan dari globalisasi sektor jasa? Bisakah jasa menjadi pendorong pertumbuhan yang berkelanjutan, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi kemiskinan?
Sejumlah fakta cukup berharga untuk dikaji. Sektor jasa di India, yang menyumbangkan perkembangan negara itu, relatif lebih besar dibandingkan dengan di Cina. Meskipun termasuk wilayah yang rendah pendapatan perkapitanya, India dan negara-negara Asia Selatan lainnya telah mengadopsi pola pertumbuhan negara-negara dengan pendapatan perkapita menengah ke atas. Pola pertumbuhan negara-negara terse-but lebih mirip dengan Irlandia dan bahkan Israel, dibandingkan dengan Cina dan Malaysia.
Pola pertumbuhan India sangat menakjubkan karena seakan bertentangan dengan "hukum" pembangunan yang kaku yang sudah dianut selama sekitar dua ratus tahun, sejak bermula nya revolusi industri. Menurut "hukum" ini - yang sekarang menjadi kebijakan konvensional- industrialisasi adalah satu-satunya jalur untuk memacu pertumbuhan ekonomi bagi negara-negara berkembang.
Sebagai akibat globalisasi, cepatnya tingkat perkembangan bisa sangat dahsyat. Namun, potensi pertumbuhan yang begitu eksplosif biasanya hanya terlihat di sektor manufaktur. Namun, bukan ini persoalannya. Ada bukti bahwa negara-negara dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi di sektor jasa cenderung memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara keseluruhan; sebaliknya, negara-negara yang tingkat pertumbuhannya tinggi memiliki tingkat pertumbuhan jasa yang juga tinggi.
Yang pasti, hubungan kausalitas-nya masih belum jelas. Namun, ada pula hubungan positif -yang diterima di negara-negara berkembang- antara tingkat pertumbuhan manu-faktur dan tingkat pertumbuhan secara keseluruhan. Namun, yang kerap terabaikan adalah efek dari tingkat pertumbuhan jasa terhadap agregat pertumbuhan ekonomi terlihat lebih kuat, dibandingkan dengan pengaruh pertumbuhan manufaktur terhadap pertumbuhan secara keseluruhan.
Apalagi, ada kecenderungan dari waktu ke waktu, peran sektor jasa yang lebih tinggi dalam perekonomian menunjukkan pertumbuhan jasa yang lebih tinggi tidak lantas menyebabkan turunnya biaya. Dengan kata lain, ongkos jasa tidak turun seiring dengan meningkatnya suplai jasa.
Porsi jasa di India begitu besar dan pertumbuhan sektor jasanya jauh lebih cepat dibandingkan dengan Cina. Meskipun Cina jauh lebih kaya dan tumbuh lebih cepat dari waktu ke waktu. Hal itu menunjukkan bahwa sektor jasa tidak sekadar merespons permintaan dajam negeri (yang pasti lebih tinggi permintaannya di Cina), tetapi juga berpeluang untuk ekspor.
Pengalaman pertumbuhan di India menunjukkan bahwa revolusi jasa global -jasa yang membuat tingkat pertumbuhan yang cepat dan kemiskinan berkurang- adalah hal yang mungkin. Di India, sektor jasa tidak hanya mendorong pertumbuh-an ekonomi secara keseluruhan, tetapi juga ditandai dengan produktivitas tenaga kerja yang tinggi dibandingkan dengan di sektor industri. Malahan, tingkat pertumbuhan produktivitas di sektor jasa India sepadan dengan pertumbuhan produktivitas di sektor manufaktur Cina, dengan begitu dapat mengurangi kemiskinan dengan kenaikan upah.
Pertumbuhan yang didorong jasa bisa berkelanjutan karena globalisasi jasa yang mencapai lebih dari tujuh puluh persen output global, masih dalam tahap awal perkembangannya. Lebih dari itu, pandangan lama bahwa jasa tidak bisa ditranspor-tasi, tidak bisa diperdagangkan, tidak lagi berlaku untuk penyelenggara jasa nonpersonal modem, yang bisa diproduksi dan diekspor dengan biaya rendah. Negara-negara berkembang bisa mempertahankan tingkat pertumbuhan yang didorong jasa, dengan memberikan perhatian yang besar untuk itu.
Pengalaman India menawarkan harapan bagi negara-negara berkembang lainnya. Proses globalisasi di akhir abad 20 mendorong ke arah perbedaan pendapatan per kapita yang tajam antara negara-negara industri yang masuk ke pasar global dan sekitar enam puluh negara-negara berkembang yang pendapatanper kapitanya stagnan selama sekitar dua puluh tahun. Tampaknya, negara-negara berkembang itu harus menunggu giliran mereka untuk membangun sampai negara-negara industri raksasa seperti Cina menjadi kaya dan sektor manufaktur yang padat modal menjadi tidak kompetitif lagi.
Globalisasi jasa, bagaimanapun, memberikan peluang alternatif untuk negara-negara berkembang untuk menemukan ceruk pasar, di luar manufaktur, tempat mereka bisa mengembangkan spesialisasi dan mencapai tingkat pertumbuhan yang eksplosif seperti negara industri. Ketika jasa sudah diproduksi dan diperdagangkan di seantero dunia seperti globalisasi, kemungkinan setiap negara mengembangkan keunggulan komparatif mereka bisa meningkat. Keunggulan komparatif itu bisa dengan mudah ditemukan pada sektor jasa seperti halnya manufaktur dan pertanian.
Yang dijanjikan revolusi jasa adalah negara-negara tidak perlu menunggu untuk sampai ke tingkat pertumbuhan ekonomi yang cepat. Ada jalan baru yang terbentang.

0 komentar:

Posting Komentar