TRANSFORMASI INDRUSTRI

Rabu, 09 Maret 2011

Salah satu hal penyebab perlu dilakukannya transformasi industri terkait dengan kenyataan melemahnya US Dollar terhadap mata uang Euro sebagai mata uang perdagangan global, yang mengakibatkan daya saing produk Jerman dan negara² Uni Eropa lainnya menjadi menurun. Ada beberapa kebijakan yang diambil, minimal untuk mempertahankan stabilitas ekonomi negara² di Uni Eropa. Antara lain pemindahan sebagian klaster di dalam pabrik² teknologi tinggi di dalam Jerman dan negara² Uni Eropa keluar dari Jerman, yang mulai dilakukan Mercedes Benz dan Airbus ke negara² seperti Amerika Serikat, China, India (dan Indonesia untuk EADS dengan produk C-212, Cougar, Super Puma, CN-235 MPA dsb). Pada akhirnya akan terjadi pemutusan hubungan kerja terhadap tenaga² kerja tersebut yang tergolong "blue-collar worker". Kebijakan lainnya adalah melakukan transformasi industri dari "old-industries" ke arah "future industries". Hal tersebut mulai dilakukan oleh anak² perusahaan ThyssenKrupp yang berspesifikasi industri pembuatan kapal/shipyard, dimana industri² tersebut yang semula ditujukan memproduksi kapal² laut skala menengah s.d. besar ditransformasikan untuk berfokus kepada teknologi masa depan. Salah satunya fondasi kincir angin pembangkit tenaga listrik di pesisir pantai.

Tampaknya untuk beberapa tahun ke depan, penelitian dan pengembangan di Jerman selain akan tetap berorientasi kepada sains² dasar, sains² terapan dan sains² rekayasa, juga akan difokuskan kepada cabang keilmuan energi terbaharukan, teknologi nano, dsb yang dirasa cukup kompetitif. Sambil tentunya pemerintah Jerman menyusun strategi kebijakan bilateral/multilateral antara Jerman dengan negara² berkembang secara jangka panjang. Tinggal bagaimana Indonesia dapat melihat hal ini menjadi suatu peluang strategis terkait dengan investasi, alih teknologi, kerjasama riset, pengembangan kapasitas, dll.

PEREKONOMIAN INDONESIA MASA DEPAN

Krisis moneter dan perbankan terjadi 10 tahun yang lalu. Bisa kita katakan bahwa sejarah perkembangan ekonomi itu sama dengan sejarah perpolitikan. Pada tahun 1950-an sampai 1960-an politik kita itu sangat liberal, karena itu ekonomi kita terbuka juga. Waktu zaman Bung Karno politik kita mulai otoriter. Kemudian juga zaman Pak Soeharto yang mula-mula demokratis, kemudian menjadi otoriter, maka ekonomi kita juga menjadi sangat monopolitis, baik oleh negara maupun swasta. Namun, 10 tahun terakhir ini pemerintah kita sangat demokratis dan ekonomi juga sangat terbuka. Jadi selalu ada hubungannya antara politik dan kebijakan ekonomi.

Kita sekarang berada dalam kondisi yang sangat terbuka dan sangat bersaing. Namun, kenapa ekonomi kita berkembang agak lambat setelah krisis dibandingkan dengan negara-negara lain? Tentu karena kita mengerjakan dua hal, yaitu perbaikan ekonomi, recovery ekonomi dan sekaligus melakukan reformasi terhadap masalah-masalah seperti demokrasi, desentralisasi, dan juga tentu keterbukaan media secara bersamaan. Memang tidak mudah.

Kita juga sudah banyak membahas, banyak mengetahui bagaimana kebijakan-kebijakan mengatasi masalah-masalah tersebut. Hampir 10 tahun kita banyak bergelut dengan masalah-masalah politik. Secara ekonomis kita juga kadang-kadang tidak efisien, namun demikian dewasa ini masalah-masalah pokok itu telah banyak yang kita selesaikan.

Pertumbuhan kita tentu sangat baik walaupun agak lamban. Ketika krisis, pertumbuhan ekonomi kita naik 2, 3, 4, 5, 6% dan tahun ini menjadi 6,3% yang kita harapkan. Soal kebijakan pemerintah kita, kita balik persoalannya, kita menentukan dulu kita mau apa. Saya mengatakan tahun depan ekonomi kita harus tumbuh minimum 7%, dan tahun berikutnya kita tumbuh minimum 8%. Itu harus kita tetapkan. Kemudian kita bekerja berdasarkan target-target itu, karena  tanpa target-target itu, agak sulit kita mencapai apa yang sudah kita targetkan.

Kita tidak boleh menerima nasib saja. Selama ini kita hanya menerima nasib, pokoknya inflasi sekian, kemudian harga minyak sekian, penduduk sekian, investasi sekian, kalau begitu kita hanya bisa tumbuh 5%. Sekarang kita berubah, kita tentukan dulu maunya berapa, baru kita urut ke bawah dan kita harus mencapai itu dengan segala upaya. Dan saya optimis dengan cara tersebut, jauh lebih besar target yang harus kita capai.

Memang bekerja dalam suasana terbuka begini tidak terlalu mudah, apa saja salah. Kadang-kadang malah kita sendiri suka mencederai keadaan kita sendiri, apa pun dianggap salah, apa pun yang dilakukan pemerintah salah. Pemerintah sekarang ini akan berjalan sesuai keyakinannya. Bahwa suatu hal dianggap benar atau tidak benar itu urusan kedua. Itu yang harus kita jalankan selama kita melangkah sesuai aturan-aturan yang ada.

Nah, apa yang sulit dalam menggerakkan ekonomi kita? Anda pengusaha, saya juga tentu masih berpikir saya pengusaha. Mari kita berpikir, “Kenapa kita tidak bisa tumbuh sebaik bangsa lain? Apa yang tidak kompetitif dari kita?” Yang paling sering kita ucapkan, pertama, yang tidak kompetitif dari kita adalah infrastruktur. Kenapa? Karena selama 10 tahun kita tidak membangun banyak jalan, kita tidak membikin banyak pengairan, kita tidak membangun banyak airport, hampir-hampir kita hanya mengatasi tsunami dan gempa bumi yang begitu dahsyat itu.

Yang kedua, karena sebagian besar anggaran negara harus masuk ke sini mulai tahun ini sampai tahun depan. Tahun depan mungkin kita kehabisan kontraktor, kehabisan alat berat untuk membuat jalan, membuat pengairan, dan macam–macam. Kalau tahun ini anggaran pembangunan hanya Rp 20 triliun, tahun depan kita akan mengatur kira-kira 2 kali lipatnya. Harus kita jalankan itu dan kita mampu menjalankan itu.

Yang ketiga, karena bunga kita terlalu tinggi. Banyak orang mengatakan, “Bagaimana caranya, menstabilkan moneter, ditetapkan bunga tinggi, justru terbalik. Bunga tinggi kan akhirnya juga menyebabkan inflasi. Karena itu, kita berusaha menurunkan bunga tersebut. Akhirnya, sekarang bunga sudah turun. Untuk itu, target kita harus single digit. BI rate sekarang sudah single digit sehingga kita bisa bersaing dengan negara lain. Akhir tahun ini saya berharap setidak-tidaknya sebagian besar sudah bisa dicapai.

Berikutnya masalah listrik. Sekarang ini kita mengajak orang untuk melakukan investasi. Namun, listrik di Medan kurang, listrik di Jawa kurang. Selama 10 tahun kita tidak membangun cukup listrik. Karena itulah kita mengadakan crash program listrik secara besar-besaran. Dibutuhkan Rp 70 triliun untuk menyelesaikan itu dan kita selesaikan itu. Artinya sampai tahun 2009 setidak-tidaknya semua listrik ini akan selesai.

PEMBANGUNAN DAERAH

 Pembangunan daeranh secara umum meliputi :

·        Peningkatan keadaan ekonomi untuk mandiri.
·        Peniongkatan keadaan sosial daerah untuk kesejahteraan secara adil dan merata.
·        Pengembangan setiap ragam budaya untuk kelestarian.
·        Pemeliharaan keamanan masyarakat dalam mendukung pelaksanaan kegiatan EKOSOSBUD dan kualitas lingkungan.
·        Membantu pemerintah pusat dalam mempertahankan dan memlihara persatuan dan kesatuan bangsa.

Pelaku pembangunan daerah
·        Pemerintah Daerah.
·        Badan Hukum Swasta.
·        Pemerintah Propinsi.
·        Pemerintah Pusat dengan dana sendiri atau dana lain.
·        Organisasi Internasional dan negara lain.


INFLASI

Inflasi adalah Peningkatan tingkat harga umum dari barang dan jasa dalam periode tertentu.
Tipe Inflasi
Inflasi mungkin berakibat bertambahnya biaya produksi. Misalnya apabila harga bahan bakar naik, dan biaya transportasi untuk memproduksi barang pun naik. Perusahaan yang terbebani biaya lebih tinggi akibat biaya transportasi tinggi menaikkan harga pokoknya untuk menutupi biaya yang tinggi. Situasi ini ketika perusahaan menaikkan harga karena biaya juga naik disebut cost push inflation (inflasi biaya dorong). Begitu juga dengan demand pull inflation yang berarti apabila harga barang dan jasa tertariknaik karena adanya permintaan konsumen yang tinggi.Inflasi adalah Peningkatan tingkat harga umum dari barang dan jasa dalam periode tertentu.
Tipe Inflasi
Inflasi mungkin berakibat bertambahnya biaya produksi. Misalnya apabila harga bahan bakar naik, dan biaya transportasi untuk memproduksi barang pun naik. Perusahaan yang terbebani biaya lebih tinggi akibat biaya transportasi tinggi menaikkan harga pokoknya untuk menutupi biaya yang tinggi. Situasi ini ketika perusahaan menaikkan harga karena biaya juga naik disebut cost push inflation (inflasi biaya dorong). Begitu juga dengan demand pull inflation yang berarti apabila harga barang dan jasa tertariknaik karena adanya permintaan konsumen yang tinggi.


PENGANGGURAN

Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.

kemiskinan dan ketimpangan pendapatan

Kemiskinan di indonesia terjadi karena struktural terutama disebabkan kebijakan pemerintah, yang kurang berpihak terhadap kepentingan rakyat banyak sebagai buah dari sistem kapitalistik.
Pembicara dalam acara itu, Ernawati, Minggu, menyatakan, kemiskinan struktural timbul karena adanya hegemoni, kebijakan pemerintah dan orang-orang berkuasa, sehingga yang miskin semakin terpinggirkan.
Kesimpulan itu dihasilkan “Talk show” bertema “Keluarga di Ambang kemiskinan, Generasi Dalam Ancaman Tanggung Jawab Siapa?” yang diselenggarakan Muslimah Hizbut Tahrir indonesia Daerah Sulawesi Tenggara di Kendari, Minggu.
Pada kegiatan yang diselenggarakan di Islamic Centre itu ia menilai menilai kebijakan tersebut merupakan buah dari sistem yang kapitalistik, sehingga hanya kalangan tertentu, terutama pemilik modal besar, bisa memperoleh penghasilan yang lebih besar.
“Kekayaan alam yang berlimpah, sangat sedikit yang dinikmati rakyat di negeri ini,” ujar dosen Fakultas Ekonomi Universitas Haluoleo ini.
Sementara segelintir orang dari pemilik modal besar, penguasa dan investor dari luar negeri, banyak mengeruk sumber daya alam yang ada, yang didukung oleh pemerintah dan peraturan yang ada.
“Akibatnya, kesenjangan ekonomi tetap melebar dan kriminalitas meningkat,” ucapnya.
Hal senada disampaikan pemateri lainnya, Sitti Salma, yang menilai kemiskinan timbul akibat sebaran pendapatan yang timpang, yang merupakan ciri khas dari kapitalisme.
Pengurus Muslimah HTI Sultra, meminta pemerintah segera meninggalkan kapitalisme dan praktek riba dalam perekonomian bangsa, untuk menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat yang diukur dengan rasio gini di indonesia tidak berubah signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu penyebabnya adalah pertumbuhan ekonomi yang dinilai tidak inklusif, sehingga sulit menjawab masalah ketimpangan.
Rasio gini adalah ukuran yang menunjukkan ketimpangan pendapatan di masyarakat. Nominal rasio gini membentang dari nol sampai satu, di mana nol menunjukkan pemerataan dan satu melambangkan ketimpangan.
rasio gini di indonesia tercatat sebesar 0,331. Tidak berubah signifikan dibandingkan 2005, yang sebesar 0,343.Pengamat ekonomi Indef Ahmad Erani Yustika mengatakan, ketimpangan yang belum membaik merupakan dampak dari buruknya kualitas pertumbuhan ekonomi “Economic growth kita kualitasnya buruk, karena yang tumbuh pesat adalah sektor-sektor non tradable,” tegasnya,
Selain itu, lanjut Erani, sektor keuangan juga belum optimal dalam mendukung sektor riil. “Sektor keuangan harus direformasi, mesti melayani sektor riil. Saat ini, sektor keuangan bermain sendiri dan tidak berpihak kepada sektor riil,” katanya.
Pemerintah dan bank sentral, tambah Erani, harus merumuskan regulasi agar sektor keuangan menjadi penopang sektor riil. Kredit harus diarahkan ke sektor produktif, tidak hanya konsumtif.
“Penyaluran kredit ke sektor infrastruktur pertanian dan industri perlu ditingkatkan. Dengan begitu, pertanian dan industri bisa didorong menjadi pilar pertumbuhan ekonomi yang berkualitas,” kata Erani.
Akan tetapi, menurut Erani, berbagai perbaikan tersebut sulit dilakukan dalam waktu dekat. “Sampai lima tahun ke depan rasanya sulit berubah, kecuali ada kebijakan yang radikal,” ujarnya.

REVOLUSI JASA

Revolusi Jasa

Penasihat Ekonomi Bank Dunia untuk Asia Selatan, editor buku "The Service Revolution in South Asia"
CINA dan India sedang berlomba dalam bidang ekonomi. Namun, cara yang mereka tempuh amatlah berbeda. Cina unggul sebagai pengekspor produk manufaktur, sedangkan India meraih reputasi global dengan mengekspor layanan jasa modern. Bisa dikatakan, India sudah melampaui sektor manufaktur, lepas landas dari agrikultur ke bidang jasa.
Perbedaan pola pertumbuhan kedua negara itu sangat mencolok dan menimbulkan pertanyaan di mata negara-negara berkembang. Bisakah jasa menjadi sedinamis manufaktur? Bisakah negara yang mengembangkannya belakangan mendapatkan keuntungan dari globalisasi sektor jasa? Bisakah jasa menjadi pendorong pertumbuhan yang berkelanjutan, menciptakan lapangan kerja, dan mengurangi kemiskinan?
Sejumlah fakta cukup berharga untuk dikaji. Sektor jasa di India, yang menyumbangkan perkembangan negara itu, relatif lebih besar dibandingkan dengan di Cina. Meskipun termasuk wilayah yang rendah pendapatan perkapitanya, India dan negara-negara Asia Selatan lainnya telah mengadopsi pola pertumbuhan negara-negara dengan pendapatan perkapita menengah ke atas. Pola pertumbuhan negara-negara terse-but lebih mirip dengan Irlandia dan bahkan Israel, dibandingkan dengan Cina dan Malaysia.
Pola pertumbuhan India sangat menakjubkan karena seakan bertentangan dengan "hukum" pembangunan yang kaku yang sudah dianut selama sekitar dua ratus tahun, sejak bermula nya revolusi industri. Menurut "hukum" ini - yang sekarang menjadi kebijakan konvensional- industrialisasi adalah satu-satunya jalur untuk memacu pertumbuhan ekonomi bagi negara-negara berkembang.
Sebagai akibat globalisasi, cepatnya tingkat perkembangan bisa sangat dahsyat. Namun, potensi pertumbuhan yang begitu eksplosif biasanya hanya terlihat di sektor manufaktur. Namun, bukan ini persoalannya. Ada bukti bahwa negara-negara dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi di sektor jasa cenderung memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara keseluruhan; sebaliknya, negara-negara yang tingkat pertumbuhannya tinggi memiliki tingkat pertumbuhan jasa yang juga tinggi.
Yang pasti, hubungan kausalitas-nya masih belum jelas. Namun, ada pula hubungan positif -yang diterima di negara-negara berkembang- antara tingkat pertumbuhan manu-faktur dan tingkat pertumbuhan secara keseluruhan. Namun, yang kerap terabaikan adalah efek dari tingkat pertumbuhan jasa terhadap agregat pertumbuhan ekonomi terlihat lebih kuat, dibandingkan dengan pengaruh pertumbuhan manufaktur terhadap pertumbuhan secara keseluruhan.
Apalagi, ada kecenderungan dari waktu ke waktu, peran sektor jasa yang lebih tinggi dalam perekonomian menunjukkan pertumbuhan jasa yang lebih tinggi tidak lantas menyebabkan turunnya biaya. Dengan kata lain, ongkos jasa tidak turun seiring dengan meningkatnya suplai jasa.
Porsi jasa di India begitu besar dan pertumbuhan sektor jasanya jauh lebih cepat dibandingkan dengan Cina. Meskipun Cina jauh lebih kaya dan tumbuh lebih cepat dari waktu ke waktu. Hal itu menunjukkan bahwa sektor jasa tidak sekadar merespons permintaan dajam negeri (yang pasti lebih tinggi permintaannya di Cina), tetapi juga berpeluang untuk ekspor.
Pengalaman pertumbuhan di India menunjukkan bahwa revolusi jasa global -jasa yang membuat tingkat pertumbuhan yang cepat dan kemiskinan berkurang- adalah hal yang mungkin. Di India, sektor jasa tidak hanya mendorong pertumbuh-an ekonomi secara keseluruhan, tetapi juga ditandai dengan produktivitas tenaga kerja yang tinggi dibandingkan dengan di sektor industri. Malahan, tingkat pertumbuhan produktivitas di sektor jasa India sepadan dengan pertumbuhan produktivitas di sektor manufaktur Cina, dengan begitu dapat mengurangi kemiskinan dengan kenaikan upah.
Pertumbuhan yang didorong jasa bisa berkelanjutan karena globalisasi jasa yang mencapai lebih dari tujuh puluh persen output global, masih dalam tahap awal perkembangannya. Lebih dari itu, pandangan lama bahwa jasa tidak bisa ditranspor-tasi, tidak bisa diperdagangkan, tidak lagi berlaku untuk penyelenggara jasa nonpersonal modem, yang bisa diproduksi dan diekspor dengan biaya rendah. Negara-negara berkembang bisa mempertahankan tingkat pertumbuhan yang didorong jasa, dengan memberikan perhatian yang besar untuk itu.
Pengalaman India menawarkan harapan bagi negara-negara berkembang lainnya. Proses globalisasi di akhir abad 20 mendorong ke arah perbedaan pendapatan per kapita yang tajam antara negara-negara industri yang masuk ke pasar global dan sekitar enam puluh negara-negara berkembang yang pendapatanper kapitanya stagnan selama sekitar dua puluh tahun. Tampaknya, negara-negara berkembang itu harus menunggu giliran mereka untuk membangun sampai negara-negara industri raksasa seperti Cina menjadi kaya dan sektor manufaktur yang padat modal menjadi tidak kompetitif lagi.
Globalisasi jasa, bagaimanapun, memberikan peluang alternatif untuk negara-negara berkembang untuk menemukan ceruk pasar, di luar manufaktur, tempat mereka bisa mengembangkan spesialisasi dan mencapai tingkat pertumbuhan yang eksplosif seperti negara industri. Ketika jasa sudah diproduksi dan diperdagangkan di seantero dunia seperti globalisasi, kemungkinan setiap negara mengembangkan keunggulan komparatif mereka bisa meningkat. Keunggulan komparatif itu bisa dengan mudah ditemukan pada sektor jasa seperti halnya manufaktur dan pertanian.
Yang dijanjikan revolusi jasa adalah negara-negara tidak perlu menunggu untuk sampai ke tingkat pertumbuhan ekonomi yang cepat. Ada jalan baru yang terbentang.

KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan leh penduduk suatu negara dengan negara lain atas dasar kesepakatan lain. Dalam pelaksanaannya, perdagangan yang dilakukan didalam negeri , perdaganan internasional jauh lebih kompleks, berikut hal-hal yang membuat perdangan internasional itu lebih rumit:artikel lengkap
  1. Pembeli dan penjual terpisah oleh batas-batas kenegaraan.
  2. Barang harus dipindahkan dari negara satu ke negara lainnya. Dalam proses ini barang akan memerlukan pemeriksaan dan pengawasan dari negara pengirim ataupun negara penerima dari pemerintah masing-masing negara.
  3. Antara masing0masing negara terdapat perbedaan bahasa, mata uang, timbangan, taksiran, atau hukum yang berlaku.
  4. Sumberdaya alam yang berbeda.
Selanjutnya kebijakan perdagangan internasional, yaitu kebijakan yang dilakukan suatu negara tindakan ataupun peraturan yang memmpengaruhi baik langsung ataupun tidak langsung terhadap struktur, komposisi dan arah perdagangan internasional dari ke negara tersebut.

TUJUAN KEBIJAKAN INTERNASIONAL

Pemerintah suatu negara tentu mempunnyai tujuannya dalam menetapkan kebijakan internasional yaitu sebagai berikut:
  1. Melindungi kepentingan ekonomi nasional.
  2. Melindungi kepentingan industri dalam negeri
  3. Melindungi laoangan kerja
  4. Manjaga stabilitas dan dan keseimbangan neraca pembayaran internasional
  5. Menjaga tingkat peryumbuhan ekonomi
  6. Menjaga stabilitas nilai tukar/kurs valas
RUANG LINGKUP KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Kebijakan perdagangan internasional meliputi:
  1. Kebijakan dibidang eksport
Kebijakan dibidang eksport itu bertujuan mempengaruhi strukstur, komposisi, dan arah transaksi serta kelancaran usaha untuk peningkatan devisa eksport suatu negara.
Kebijakan eksport itu dapat dikelompokan menjadi 2 macam yaitu:
  1. Eksport dalam negeri
  2. Eksport luar negeri
Kebijakan eksport didalam negari
  1. Pembentukan pusat promosi perdagangan internasional
  2. Fasilitas keringanan bea masuk yang diberikan negara-negara industri, untuk barang-barang manufaktur dari negara sedang berkembang
  3. Menjadi anggota asosiasi produsen
    1. Kebijakan dibidang import
Kebijakan dibidang import bertujuan untuk mempengaruhi struktur, komposisi, dan kelancaran usaha untuk melindungi/mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan juga menghemat devisa. Karena dengan kebijikan dibidang ini pemerintah dapat menekan angka pengeluaran devisa negara guna pembiayaan barang import.
Kebijakan import dapat dikelompokan menjadi 2 macam kebijakan, yaitu sebagai berikut:
  1. Kebijakan tariff barrier
  2. Kebijakan tariff non barrirer

KEBIJAKAN MONETER


Pengertian Kebijakan Moneter 

Kebijakan Moneter adalah suatu usaha dalam mengendalikan keadaan ekonomi makro agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :

1. Kebijakan Moneter Ekspansif Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar

2. Kebijakan Moneter Kontraktif Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat

Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :

1. Operasi Pasar Terbuka Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.

2. Fasilitas Diskonto Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.

3. Rasio Cadangan Wajib Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.

4. Himbauan Moral Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.