kemiskinan dan ketimpangan pendapatan

Rabu, 09 Maret 2011

Kemiskinan di indonesia terjadi karena struktural terutama disebabkan kebijakan pemerintah, yang kurang berpihak terhadap kepentingan rakyat banyak sebagai buah dari sistem kapitalistik.
Pembicara dalam acara itu, Ernawati, Minggu, menyatakan, kemiskinan struktural timbul karena adanya hegemoni, kebijakan pemerintah dan orang-orang berkuasa, sehingga yang miskin semakin terpinggirkan.
Kesimpulan itu dihasilkan “Talk show” bertema “Keluarga di Ambang kemiskinan, Generasi Dalam Ancaman Tanggung Jawab Siapa?” yang diselenggarakan Muslimah Hizbut Tahrir indonesia Daerah Sulawesi Tenggara di Kendari, Minggu.
Pada kegiatan yang diselenggarakan di Islamic Centre itu ia menilai menilai kebijakan tersebut merupakan buah dari sistem yang kapitalistik, sehingga hanya kalangan tertentu, terutama pemilik modal besar, bisa memperoleh penghasilan yang lebih besar.
“Kekayaan alam yang berlimpah, sangat sedikit yang dinikmati rakyat di negeri ini,” ujar dosen Fakultas Ekonomi Universitas Haluoleo ini.
Sementara segelintir orang dari pemilik modal besar, penguasa dan investor dari luar negeri, banyak mengeruk sumber daya alam yang ada, yang didukung oleh pemerintah dan peraturan yang ada.
“Akibatnya, kesenjangan ekonomi tetap melebar dan kriminalitas meningkat,” ucapnya.
Hal senada disampaikan pemateri lainnya, Sitti Salma, yang menilai kemiskinan timbul akibat sebaran pendapatan yang timpang, yang merupakan ciri khas dari kapitalisme.
Pengurus Muslimah HTI Sultra, meminta pemerintah segera meninggalkan kapitalisme dan praktek riba dalam perekonomian bangsa, untuk menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat.
Tingkat ketimpangan pendapatan masyarakat yang diukur dengan rasio gini di indonesia tidak berubah signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu penyebabnya adalah pertumbuhan ekonomi yang dinilai tidak inklusif, sehingga sulit menjawab masalah ketimpangan.
Rasio gini adalah ukuran yang menunjukkan ketimpangan pendapatan di masyarakat. Nominal rasio gini membentang dari nol sampai satu, di mana nol menunjukkan pemerataan dan satu melambangkan ketimpangan.
rasio gini di indonesia tercatat sebesar 0,331. Tidak berubah signifikan dibandingkan 2005, yang sebesar 0,343.Pengamat ekonomi Indef Ahmad Erani Yustika mengatakan, ketimpangan yang belum membaik merupakan dampak dari buruknya kualitas pertumbuhan ekonomi “Economic growth kita kualitasnya buruk, karena yang tumbuh pesat adalah sektor-sektor non tradable,” tegasnya,
Selain itu, lanjut Erani, sektor keuangan juga belum optimal dalam mendukung sektor riil. “Sektor keuangan harus direformasi, mesti melayani sektor riil. Saat ini, sektor keuangan bermain sendiri dan tidak berpihak kepada sektor riil,” katanya.
Pemerintah dan bank sentral, tambah Erani, harus merumuskan regulasi agar sektor keuangan menjadi penopang sektor riil. Kredit harus diarahkan ke sektor produktif, tidak hanya konsumtif.
“Penyaluran kredit ke sektor infrastruktur pertanian dan industri perlu ditingkatkan. Dengan begitu, pertanian dan industri bisa didorong menjadi pilar pertumbuhan ekonomi yang berkualitas,” kata Erani.
Akan tetapi, menurut Erani, berbagai perbaikan tersebut sulit dilakukan dalam waktu dekat. “Sampai lima tahun ke depan rasanya sulit berubah, kecuali ada kebijakan yang radikal,” ujarnya.

0 komentar:

Posting Komentar